Jakarta, Pelanginews
Terdakwa Johanes Harry Tuwidan, bos PT. Buana Prima Kharisma Jaya dituntut dua tahun empat bulan penjara dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan.
Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dawin Sofian Gaja, SH dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa (3/12/2024).
Dalam tuntutannya JPU menyebut terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 372 KUHP tentang penggelapan yang mengakibatkan saksi korban mengalami kerugian sebesar Rp 1,5 miliar
JPU menyebutkan penggelapan tersebut dilakukan terdakwa pada 23 April 2021. Johanes Harry Tuwaidan melalui perusahaannya PT Buana Prima Kharisma Jaya menawarkan pengerjaan pembangunan pabrik kosmetik dan pengadaan mesin produksi kepada saksi korban Martin Wahyudi Wibowo di CV Azurite Alodia Lasting di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Martin tertarik dengan tawaran Johanes senilai Rp 6,088 miliar untuk pembangunan pabrik dan pengadaan mesin tersebut. Martin bahkan semakin bersemangat saat Johanes juga setuju diskon 15 persen dari keseluruhan biaya pembangunan pabrik dan pengadaan mesin produksi.
Menurut JPU, pimpinan CV Azurite Alodia Lasting itu mengalami kerugian lantaran tiga mesin produksi kosmetik yang dipesannya tidak pernah ada. Sementara satu mesin dalam kondisi rusak
Ketua Majelis Hakim Iwan Irawan, SH yang memimpin persidangan mempersilakan tim pembela terdakwa untuk mengajukan pledoi pada persidangan berikutnya.
Penasihat hukum saksi korban, Jaya Mendrofa SH, menegaskan bahwa dalam perkara ini tidak pernah terjadi perdamaian antara korban dan terdakwa.
“Kami menghargai proses hukum yang berjalan termasuk pembacaan tuntutan dari Jaksa hari ini. Terkait lamanya hukuman yang dituntut, kami yakin bahwa Majelis Hakim akan memberikan putusan yang seadil-adilnya dan setimpal dengan perbuatan terdakwa,” ujar Jaya Mendrofa usai sidang.
Dia menegaskan bahwa dalam perkara ini tidak pernah terjadi perdamaian antara korban dan terdakwa.
“Bahwa adanya upaya perdamaian itu atas dasar permintaan dan komunikasi dari Penasihat Hukum terdakwa yang sebelumnya kepada kami selaku Kuasa Hukum korban” ujarnya.
Dia menambahkan, atas komunikasi tersebut pihaknya menyampaikan bahwa kerugian yang dialami korban akibat dari tindakan terdakwa tidak hanya permasalahan pengadaan mesin, melainkan juga pembangunan pembangunan pabrik yang terbengkalai sehingga total kerugian Korban adalah sebesar 5 M.
“Jadi nilai 5 M tersebut bukan hanya kerugian atas pengadaan mesin saja. Upaya damai tersebut pun rencananya dibayar dengan menggunakan asset tanah, bukan uang tunai dan tidak pernah disampaikan secara resmi” pungkasnya. (ded/lm)