Jakarta, Pelanginews
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pimpinan Iwan Irawan, SH MH mengagendakan pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dawin Sofian Gaja SH terhadap terdakwa Johanes Harry Tuwaidan, bos PT Buana Prima Kharisma Jaya (BPKJ) terkait dugaan Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan, pekan depan.
Pembacaan tuntutan tersebut dapat dilaksanakan setelah pemeriksaan saksi dan ahli a charge atau memberatkan dan saksi maupun ahli a de charge (meringankan) telah dilaksanakan, Selasa (26/11/2024). “Persidangan berikutnya pembacaan tuntutan,” demikian Ketua Majelis Hakim Iwan Irawan di PN Jakarta Utara, Selasa (26/11/2024).
Pada saat persidangan, terdakwa Johanes Harry Tuwaidan berdasarkan pertanyaan dari Penasihat Hukumnya menerangkan bahwa terkait permintaan perdamaian
Rp 5 Miliar bermula dari permintaan perdamaian yang disampaikan melalui Penasihat Hukum terdakwa kepada korban Martin.
Terkait keterangan tersebut, Kuasa Hukum korban, Jaya Mendrofa, S.H, menerangkan bahwa “permintaan perdamaian tersebut memang tidak berasal dari korban, melainkan dari Penasihat Hukum terdakwa kepada kami selaku Kuasa Hukum korban melalui Whatsapp setelah perkara telah dinyatakan P21 bahkan tidak lama sebelum agenda sidang pertama.
Penasihat Hukum terdakwa tersebut menyampaikan bahwa terdakwa menawarkan perdamaian dengan pembayaran kerugian korban menggunakan asset tanah yang tidak jelas rinciannya. Menurut dia permintaan perdamaian (Restorative Justice / RJ) tersebut tidak pernah diterima secara resmi dari terdakwa atau Penasihat Hukum terdakwa.
“Tidak benar apabila nominal Rp. 5 Miliar tersebut dianggap seakan-akan hanya kerugian terkait pengadaan mesin saja, padahal faktanya nominal Rp. 5 Miliar yang kami sampaikan kepada Penasihat Hukum terdakwa yang sebelumnya tersebut adalah total kerugian yang dialami oleh korban atas tindak pidana yang diduga dilakukan oleh terdakwa Johanes berkaitan dengan pengadaan mesin yang tidak sesuai penawaran dan pembangunan pabrik yang terbengkalai”. lanjut Jaya Mendrofa, S.H.
Korban Martin juga meluruskan informasi terkait PPN yang belum dibayarkan. Faktanya tidak ada pembayaran PPN kalau barang secara keseluruhan belum diterima karena PPN tersebut atas pengadaan seluruh mesin, bukan sebagian mesin.
“Kami siap bayar kalau memang mesin secara keseluruhan sudah kami terima dalam kondisi yang baik,” tuturnya.
JPU Dawin Sofian Gaja dalam surat dakwaannya menyebutkan bahwa dugaan penipuan dan penggelapan tersebut terjadi berawal pada 23 April 2021. Terdakwa Johanes Harry Tuwaidan melalui perusahaannya PT Buana Prima Kharisma Jaya menawarkan pengerjaan pembangunan pabrik kosmetik dan pengadaan mesin produksi kepada Martin Wahyudi Wibowo di CV Azurite Alodia Lasting di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Korban Martin tertarik dengan penawaran Terdakwa Johanes senilai Rp 6,088 Miliar terkait pengadaan mesin produksi kosmetik tersebut, apalagi karena penawaran tersebut tertulis atas nama badan hukum , PT Buana Prima Kharisma Jaya. Ketertarikan Martin semakin kuat saat Terdakwa Johanes menerima permintaan diskon 15 persen dari keseluruhan biaya pengadaan mesin.
Pada tanggal 23 April 2021, Martin pun mentrasfer uang DP pengadaan mesin produksi kosmetik sebesar 50% dan pembayaran kedua pada tanggal 16 Agustus 2021, tanggal 19 Agustus 2021 dan tanggal 17 November 2021 sebesar 40% ke rekening pribadi terdakwa Johanes, bukan ke rekening PT Buana Prima Kharisma Jaya sesuai dengan invoice dari terdakwa Johanes.
Korban Martin yakin melakukan pembayaran yang kedua tersebut karena terrdakwa Johanes mengirimkan pesan via whatsapp kepada korban Martin menyampaikan bahwa barang mesin siap untuk dikirim berikut dengan foto mesin yang masih dalam keadaan tertutup kardus, namun ternyata 3 mesin yang dipesan korban Martin masih tidak ada dan 1 mesin yang tidak berfungsi.
Akibatnya tidak adanya 3 mesin dan 1 mesin yang tidak berfungsi tersebut, saksi korban dirugikan miliaran rupiah.
Atas serangkaian perbuatannya itu, JPU Dawin Sofian Gaja mempersalahkan Johanes Harry Tuwaidan telah melakukan penipuan dan penggelapan atau melanggar pasal 378 KUHP dan pasal 372 KUHP. (tim)