Balige, Pelanginews
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Sumatera Utara, Tua Pangaribuan mengungkapkan luas lahan pertanian produktif di daerah tersebut dalam beberapa tahun terakhir terus berkurang rata-rata tiga persen setiap tahun.
“Berkurangnya lahan pertanian di wilayah ini, akibat alih fungsi menjadi perumahan atau permukiman serta berbagai bangunan lainnya milik swasta,” kata Pangaribuan di Balige, Sabtu.
Saat ini, kata dia, luas lahan produktif yang ditanami padi mencapai 18.000 ribu hektar, namun dikhawatirkan setiap tahun akan terus berkurang, terutama karena pemilik lahan yang kebanyakan berdomisili di luar Kabupaten menjualnya ke pengusaha untuk dibangun jadi perumahan atau perkantoran.
Pemilik lahan umumnya merantau ke luar daerah, dan mereka sering tergiur dengan harga beli cukup tinggi dari investor yang mengalih fungsikan lahan dimaksud menjadi area pemukiman atau bangunan lainnya.
Menurut Pangaribuan, kebanyakan petani di daerah ini mengusahai sawah dengan sistem sewa atau “mamola pinang” (berbagi hasil), sehingga mereka tidak berdaya jika sewaktu-waktu pemiliknya menjual lahan milik mereka, karena dianggap lebih menguntungkan dibanding menerima hasil sewa.
“Nilai jual tanah pada wilayah tertentu di kabupaten ini harganya bisa mencapai di atas Rp1 juta per meter,” kata mantan Kepala Badan Penyuluh Pertanian Tobasa tersebut.
Sehingga, lanjutnya, meski produktivitas pertanian berhasil ditingkatkan, namun tidak sebanding dengan tingginya alih fungsi lahan.
Pangaribuan menambahkan, akibat alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian tersebut, tentu akan mempengaruhi produktivitas padi per hektar yang mencapai 5,4 ton, sehingga dalam setahun Tobasa setidaknya kehilangan sebanyak 2.916 ton padi.
Memang diakuinya, produksi padi yang hanya mencapai 5,4 ton per hektar di Kabupaten yang terletak di pinggir danau Toba tersebut masih di bawah rata-rata poduksi naional yang mencapai enam ton per hektar.
“Akibat makin berkurangnya lahan pertanian tentu bisa berdampak pada ketersediaan pangan terutama beras, yang dikhawatirkan tidak mampu mengimbangi pertumbuhan penduduk, sehingga regulasi untuk mengendalikan alih fungsi sawah harus didukung,” katanya. (ant/dg)