Jakarta, Pelanginews
Terdakwa kasus dugaan korupsi berupa pembuatan surat pertanggungjawaban (SPJ) fiktif, Gatot Arif Rahmadi mengajukan diri sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam menuntaskan perkara (justice collaborator/JC).
Penasihat hukum Gatot, Misfuryadi Basrie mengatakan kliennya akan membuka semua perkara terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi anggaran Dinas Kebudayaan DKI Jakarta tahun 2023.
“Gatot juga akan mengajukan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),” kata Misfuryadi saat ditemui usai sidang putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa dulansir dari Antara.
Misfuryadi menuturkan Gatot, yang merupakan penyelenggara acara (event organizer/EO) Gerai Production (GR PRO) tersebut, meminta perlindungan dari LPSK lantaran mendapatkan tekanan secara verbal.
Ia menjelaskan bahwa intimidasi yang diterima, salah satunya, yakni memaksa Gatot untuk memberikan keterangan yang tidak benar.
Selain Gatot, kata dia, keluarga kliennya turut merasa kurang nyaman karena harus memberikan keterangan yang tidak dilakukan Gatot atau di luar kejadian yang telah dialami.
Kendati demikian, Misfuryadi belum mau mengungkapkan pihak maupun orang yang mengintimidasi Gatot dan keluarga kliennya.
“Saya tidak bisa mengungkapkan dulu, nanti biar di persidangan saja dibukanya,” tuturnya.
Adapun permintaan status JC dan pelindungan dari LPSK diajukan Gatot dalam persidangan putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
“Saya terintimidasi yang mulia, awalnya saya diminta untuk pasang badan,” ucap Gatot.
Dalam kasus tersebut, Gatot didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp36,32 miliar bersama-sama dengan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) DKI Jakarta tahun 2020–2024 Iwan Henry Wardhana serta serta Kepala Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Jakarta tahun 2024 Mohamad Fairza Maulana.
Para terdakwa diduga menyusun bukti pembayaran kepada pelaku seni atau sanggar yang dipinjam identitasnya alias fiktif dan membuat bukti pembayaran honorarium yang melebihi dari pembayaran sebenarnya (markup).
Dari perbuatan itu, Iwan disebut menikmati uang haram sebesar Rp16,2 miliar, Fairza Rp1,44 miliar, serta Gatot Rp15,2 miliar.
Atas perbuatannya, ketiga terdakwa terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. (pa)