Jakarta, Pelanginews
Tersangka tindak pidana pemalsuan surat M Yusuf mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menuntut pembatalan penangkapan dan penahanan tersangka yang dilakukan oleh penydik Polda Metro Jaya. Dia menilai penetapan tersangka dan penangkapan serta penahanan dirinya tidak sah.
“Mana alat buktinya? apakah mereka sudah melakukan lab forensik untuk menyatakan palsu atau tidak, nggak ada. Kenapa harus ditahan,” ujar Patuan Angie Nainggolan, SH kuasa hukum M Yusuf, Rabu (16/4/2025) di Jakarta.
Menurut Patuan Nainggolan M Yusuf dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait dugaan pemalsuan surat berupa Girik C 303/1938 Persil 276 S.II dengan 4500 meter persegi atas nama alm Soleha Binti Rasa yang berlokasi di Jalan Dewi Sartika, Kramatjati, Jakarta Timur.
Dalam perkara tersebut, M. Jusuf ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan tindak pidana pemalsuan surat yang dijerat dengan Pasal 263 KUHP.
Namun Patuan Nainggolan mempertanyakan alat bukti yang menjadikan kliennya sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Ia menegaskan bahwa kliennya tidak pernah melakukan tindak pidana pemalsuan surat. Untuk mengetahui palsu atau tidaknya surat yang dipermasalahkan ini menurutnya harus melalui proses uji laboratorium forensik.
“Laporan tersebut tidak berdasar, klien kami tidak pernah melakukan tindak pidana pemalsuan surat, dimana termohon Polda Metro Jaya sama sekali tidak memiliki bukti surat yang diduga dipalsukan,” katanya.
Patuan menambahkan, sebanyak 47 orang ahli waris telah melayangkan gugatan ke PN Jakarta Timur terkait Girik tersebut.
“Yang paling tidak masuk di akal kalau misalnya dijerat dengan Pasal 263 ayat (2) KUHP, mengapa cuma satu orang yang ditahan?, karena semua ahli waris memberikan kuasa melakukan gugatan ke pengadilan, lengkap semuanya, harusnya semua jadi tersangka” imbuhnya
Dilimpahkan ke Kejaksaan
Terkait pelimpahan tahap dua kliennya ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Timur pada Rabu (16/4/2025), Patuan mengatakan, itu adalah upaya untuk menggugurkan praperadilan yang masih proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
“Pada hari Rabu, 16 April 2025 proses tahap dua atau P-21 dilakukan pihak kepolisian ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur. Saya takutkan adalah permainan ini, takutnya ini kejaksaan langsung memasukkan ke pengadilan supaya praperadilan saya gugur. Ini yang saya kejar,” ujar Patuan.
Menurutnya kejaksaan mempunyai hak melepaskan tanpa proses peradilan. Patuan meyakini bahwa kliennya M Yusuf tidak pernah melakukan pemalsuan surat.
Patuan menambahkan, kini kewenangan berada di kejaksaan dan bagaimana kejaksaan memahami BAP tersebut.
Ia mengatakan dalam laporan tahun 2004 Girik asli berada di Polda Metro Jaya. Justru, kata dia, Polda Metro Jaya mentersangkakan salah satu ahli waris. Patuan meminta untuk dapat memperlihatkan bukti Girik yang dipergunakan ke pengadilan itu adalah palsu.
Pihaknya mendesak polisi dan kejaksaan untuk memberantas mafia tanah yang diduga turut berperan dalam kasus tersebut. (ded/lm)