Jakarta, Pelanginews
Badan Pemeriksa Keuangan mengapresiasi upaya dan kerja keras pemerintah daerah karena seluruh pemda dapat menyelesaikan laporan keuangan tepat waktu. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, atau pada tahun 2018 hingga 2022, opini laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) secara keseluruhan mengalami perbaikan.
“Upaya yang telah dilakukan oleh pemda antara lain melakukan identifikasi, verifikasi, mengesahkan bukti-bukti pengeluaran, serta melakukan koreksi-koreksi yang diperlukan dan penyetoran ke kas daerah atas pengeluaran yang belum disahkan Bendahara Umum Daerah (BUD) dan belum tercatat dalam laporan keuangan. Pemda juga melakukan inventarisasi aset tetap yang tidak diketahui keberadaannya, dikuasai pihak lain, dan dicatat secara gabungan, serta melakukan pemulihan atas kelebihan pembayaran belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan serta gedung dan bangunan, dengan menyetor ke kas daerah,” jelas Wakil Ketua BPK, Hendra Susanto pada penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2023 kepada kepada Pimpinan DPD di Jakarta hari ini (5/12).
Terhadap 542 LKPD Tahun 2022 yang diperiksa, BPK memberikan 496 opini Wajar Tanpa Pengecualian/WTP (91% dari jumlah keseluruhan pemerintah daerah). Sementara itu, terdapat 41 pemerintah daerah yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan 5 pemerintah daerah yang mendapatkan opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP). Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, atau pada tahun 2018 hingga 2022, opini LKPD secara keseluruhan mengalami perbaikan.
Namun, hasil pemeriksaan atas LKPD Tahun 2022 menunjukkan adanya penurunan opini BPK dibanding tahun sebelumnya yaitu, dari wajar tanpa pengecualian (WTP), menjadi wajar dengan pengecualian (WDP) pada 2 Pemprov, 12 Pemkab dan 4 Pemkot, serta dari WTP menjadi tidak memberikan pendapat (TMP) pada 1 Pemkab.
Permasalahan yang memengaruhi kewajaran penyajian LKPD Tahun 2022 sehingga belum memperoleh opini WTP, antara lain ketekoran kas di Bendahara Pengeluaran belum dipulihkan dengan penyetoran ke kas daerah; Aset tetap tidak dicatat dan/atau tidak dapat ditelusuri keberadaannya; Realisasi belanja barang dan jasa tidak sesuai dengan ketentuan dan/atau tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban; dan kelebihan pembayaran karena kekurangan volume pekerjaan, ketidaksesuaian spesifikasi pekerjaan, serta proses perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan yang tidak mematuhi ketentuan, belum dipulihkan dengan penyetoran ke kas daerah.
Sejak tahun 2005 hingga Semester I 2023, BPK telah menyampaikan 697.383 rekomendasi kepada seluruh entitas yang diperiksa. Khusus untuk pemerintah daerah dan BUMD, rekomendasi yang diberikan sebanyak 566.815 rekomendasi atau 81% dari total rekomendasi. “Dorongan dari pimpinan dan anggota DPD kepada para kepala daerah adalah hal krusial untuk meningkatkan komitmen pimpinan entitas dalam percepatan penyelesaian tindak lanjut rekomendasi BPK sebagai upaya bersama memperkuat akuntabilitas pemerintah daerah,” ungkap Hendra.
IHPS I Tahun 2023 memuat ringkasan dari 705 laporan hasil pemeriksaan (atau LHP), yang meliputi 681 LHP Keuangan, 2 LHP Kinerja, serta 22 LHP Dengan Tujuan Tertentu (DTT). Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan 9.261 temuan. Atas hasil pemeriksaan tersebut, selama proses pemeriksaan, entitas telah menindaklanjuti dengan melakukan penyetoran uang dan/atau penyerahan aset sebesar Rp852,82 miliar, di antaranya oleh pemerintah daerah dan BUMD sebesar Rp597,25 miliar. Tiga Pemda yang telah melakukan penyetoran uang dan/atau penyerahan aset terbesar adalah Pemkab Ogan Ilir, Pemprov DKI Jakarta, dan Pemkab Mahakam Ulu. (lm)